Derajat Hadis: “Berpuasalah Maka Kamu Akan Sehat”
Tersebar di masyarakat, beberapa penceramah di bulan Ramadhan sering menyampaikan ungkapan ini. Maksudnya sangat baik, memotivasi orang agar mau rajin berpuasa. Namun sangat disayangkan, mereka mengklaim istilah ini sebagai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal sejatinya bukan.
Bahaya Menyampaikan Hadis Dhaif
Meskipun hadis ini maknanya baik, namun bukan berarti kita bebas menyampaikannya atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang yang menyampaikan hadis dusta atas nama beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَدّثَ عَنِّي بِحَديثٍ يُــرَي أَنّه كَذِبٌ فَهو أَحَدُ الكَاذِبِين
“Barangsiapa yang menyampaikan suatu hadis dariku, sementara dia menyangka bahwasanya hadis tersebut dusta, maka dia termasuk diantara salah satu pembohong.” (HR. Muslim dalam Muqaddimah Shahihnya, 1:7).
Imam Ibn Hibban dalam Al-Majruhin 1:9, mengatakan: “Setiap orang yang ragu terhadap hadis yang dia riwayatkan, apakah hadis tersebut shahih ataukah dhaif, tercakup dalam ancaman hadis ini.” (Dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, Hal. 160).
Karena itu para ulama telah menegaskan, terlarang menyampaikan hadis semacam ini, kecuali jika disertai keterangan derajat lemahnya hadis, dalam rangka mengingatkan masyarakat terhadap hadis tersebut.
Hadis:
صُومُوا تَصِحُّوا
Sebagaimana yang telah ditegaskan di awal, ungkapan ini bukan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ungkapan ini diriwayatkan dari beberapa jalur yang dhaif, berikut rinciannya:
Jalur pertama, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dengan lafadz:
اغْزُوا تَغْنَمُوا، وَصُومُوا تَصِحُّوا، وَسَافِرُوا تَسْتَغْنُوا
“Berperanglah niscaya kalian akan mendapatkan harta rampasan, berpuasalah maka kalian akan sehat, dan bersafarlah maka kalian akan kaya.”
Sanad hadis ini: Muhammad bin Sulaiman bin Abi Daud, dari Zuhair bin Muhammad, dari Suhail bin Abi Shaleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian.
Diriwayatkan Al-Uqaili dalam Ad-Dhu’afa al-Kabir, 2:92, At-Thabrani dalam Mu’jam Al-Ausath 8:174, dan disebutkan dalam satu kumpulan hadis karya Abu ‘Arubah Al-Harrani no. 45.
At-Thabrani mengatakan: “Hadis dengan lafadz semacam ini tidak ada yang meriwayatkan dari Suhail kecuali Zuhair bin Muhammad.”
Perawi yang bermasalah dalam sanad hadis ini ada dua:
1. Muhammad bin Sulaiman bin Abi Daud
Dia dikenal dengan sebutan ‘Bumah’. Abu Hatim mengatakan: ‘Munkarul Hadis’, sebagaimana keterangan dalam Tahdzibut Tahdzib 9:200. Perawi ini hanya disebutkan oleh An-Nasai saja.
2. Zuhair bin Muhammad, Abul Mundzir Al-Khurasani.
Para kritikus hadis berbeda pendapat tentang status orang ini. Kesimpulannya, keadaan orang ini dirinci: Jika yang meriwayatkan darinya adalah penduduk Syam, maka ada yang munkar dalam hadisnya, namun jika yang meriwayatkan darinya adalah penduduk Iraq, maka hadisnya shahih. Al-Bukhari mengatakan:
ما روى عنه أهل الشام فإنه مناكير ، وما روى عنه أهل البصرة فإنه صحيح
“Hadis yang diriwayatkan darinya penduduk Syam maka itu munkar, dan hadis yang diriwayatkan darinya penduduk Bashrah maka itu shahih.”
Abu Hatim mengatakan:
محله الصدق ، وفي حفظه سوء ، وكان حديثه بالشام أنكر من حديثه بالعراق لسوء حفظه ، فما حدث من حفظه ففيه أغاليط ، وما حدث من كتبه فهو صالح
“Posisinya saduq (hadis hasan), hafalannya kurang bagus. Hadisnya di Syam lebih lemah dari pada hadisnya di Iraq karena lemah hafalannya. Karena itu, hadis yang dia sampaikan dengan hafalannya, banyak kesalahan, dan hadis yang dia sampaikan dari catatannya, hadis yang diterima.” (Simak Tahdzibut Tahdzib, 3:350)
Rincian semacam ini yang dipilih Al-Hafidz Ibnu Hajar, sebagaimana keterangan beliau di Taqribut Tahdzib, 1:316.
Imam al-Albani mengacu pada penilaian ini untuk menilai hadis di atas. Beliau mengatakan:
“Zuhair bin Muhammad dhaif dalam riwayat penduduk Syam, dan hadis ini diantaranya.” (As-Silsilah Ad-Dhaifah, no. 253).
Jalur kedua, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, dengan lafadz:
صوموا تصحوا
“Berpuasalah agar kalian sehat.”
Hadis ini disebutkan oleh Ibnu Adi dalam Al-Kamil, 2:357, dari jalur Husain bin Abdullah bin Dhamirah, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian.
Sanad hadis ini rusak, karena Husain bin Abdullah bin Dhamirah dinilai pendusta oleh Imam Malik. Abu Hatim mengatakan:
متروك الحديث كذاب
“Hadisnya dibuang, Sang pendusta.”.
Imam Ahmad mengatakan: “Tidak perlu digubris sedikit pun.” (Lisan Al-Mizan, 2:289)
Disadur dari Fatwa Islam, no. 144126
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
🔍 Hukum Makan Daging Aqiqah Bagi Yang Beraqiqah, Syarat Menyembelih Hewan, Doa Suami Untuk Istri Yang Sedang Hamil, Cara Mencegah Onani, Bolehkah Menunda Mandi Wajib Hingga Terbit Fajar, Cara Bersetubuh Tahan Lama Dalam Islam